“Yang penting dirimu belajar yang baik dan baca buku yang bener. Anak-anak biar sama saya disini,” itulah pesan suami saya ketika saya hendak berangkat melanjutkan studi. Pesan itu sungguh-sungguh. Suami saya merupakan pendukung terbesar saya untuk melanjutkan studi ke kampus pilihan saya, karena ia juga selalu ingin bisa melanjutkan kuliah di SOAS. Bahkan ia sudah…
Bepergian dengan ringan
Travel light, begitu pesan seorang aktivis senior yang telah sering melanglang buana kepada saya. Setelah berkali-kali bepergian ke beberapa negara bersamanya, saya belajar banyak dari cara dia berkelana. Bahkan dalam bepergian selama dua minggu, ia hanya membawa satu koper kecil ukuran kabin dan satu tas ransel atau tas jinjing. Ia tidak terobsesi membawa seberondong perkakas,…
Menjadi kapitalis lewat (permainan) monopoli
Kami berlima duduk mengitari meja persegi di bawah lampu ruang makan yang kuning benderang. Jam telah menyentuh tengah malam. Di tengah kami tergelar papan monopoli beserta perintilannya: uang mainan, kartu-kartu, dadu dan bidak-bidak. Disitulah saya dan keempat kawan baik saya berkumpul pada suatu waktu di bulan Desember yang basah dan dingin. Niall dari Irlandia Utara,…
Merit Melilit: Kisah Esai-esai Kuliah
“How were your marks?” – “Bagaimana nilai-nilai modulmu?” tanya Hazirah, seorang sahabat asal Malaysia yang juga seorang Chevener pada suatu hari di awal Agustus. Ia kuliah di jurusan Globalisation and Development, sama-sama di bawah Departemen Development Studies. Dia bertanya itu saat kami jumpa di kampus. Hari itu kami semua telah mendapat email dari departemen bahwa…
London, ketika hal-hal berguguran dan tumbuh
Masa studi saya di London dimulai saat musim gugur. Musim gugur memiliki ironinya sendiri. Indahnya dedauan yang meranggas dengan warna-warni mempesonanya itu menyimbolkan sesuatu yang jatuh ke tanah, habis masanya ditelan waktu. Ada rangkaian kehidupan yang usai. Ini juga analogi yang beriringan dengan periode kritis negeri itu, termasuk juga krisis yang sedang menjangkit dataran Eropa….
Surat dari musim dingin
“Salam dari kamar asrama, di pojok jendela, malam hari pukul 18.19 dengan suhu ruangan 17 derajat celcius. Telur rebus baru matang dari teko elektrik yang dirimu beli, setangkap roti gandum dengan potongan tomat dan keju udah siap menunggu irisan telur. Aku baru lagi di bagian awal membaca literatur untuk besok, setelah seharian lebih sibuk baca-baca…